Wednesday, May 19, 2021

SISTER JACOBA

HAMBA ALLAH YAKOBA DARI SETTESOLI 

Hari ini, tanggal 30 Desember, adalah hari yang diperuntukkan untuk memperingati Hamba Allah Yakoba dari Settesoli, janda dan anggota Ordo III Sekular Santo Fransiskus. Nama ini tentu sudah tidak asing lagi bagi telinga para Fransiskan, paling sedikit karena pada upacara transistus untuk mengenang wafat Santo Fransiskus dari Assisi, maka  nama “Saudara” atau “bruder” Yakoba ini selalu muncul. 

Jacoba atau Giacoma adalah seorang perempuan muda dari keluarga bangsawan. Setelah kematian suaminya, Yakoba hidup menjanda sambil mendidik dan membesarkan dua anak laki-lakinya dalam keutamaan-keutamaan dan sikap serta perilaku takut akan Allah.  Pada waktu dia mendengar tentang kesucian dan hidup pertobatan dari Fransiskus, maka timbullah hasrat dalam hatinya untuk berkenalan dengan orang kudus ini, juga minta nasihat-nasihatnya pada waktu dia sedang menghadapi kesulitan-kesulitan dalam bidang spiritual. 

Hasratnya itu terpenuhi ketika Fransiskus dan sejumlah pengikutnya yang pertama berkunjung ke Roma untuk menghadap Sri Paus, dalam upaya mereka memperoleh persetujuan atas anggaran dasar yang telah disusunnya. Khotbah-khotbah dan wejangan-wejangan Fransiskus demikian memikat hati Yakoba, sehingga dia begitu dipenuhi dengan entusiasme untuk mengasihi Allah dan menolak dunia, dan pada saat yang bersamaan segala harta miliknya ditransfer kepada dua orang anak laki-lakinya. Dengan demikian Yakoba dapat dengan lebih baik mengabdikan dirinya demi ksselamatan jiwanya, dan melihatkan diri pada pekerjaan-pekerjaan baik. 

Untuk alasan ini juga Yakoba bergabung dengan Ordo Ketiga Santo Fransiskus. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada pengarahan dari para Saudara Dina. Yakoba mengatur bahwa sebuah rumah perawatan di bagian Trastevere atau Trans-Tiber dari kota Roma diperbaiki dan disediakan bagi para Saudara Dina. Di tempat itu Yakoba – seperti seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya – menyediakan berbagai hal yang dibutuhkan oleh para Saudara Dina, teristimewa bagi mereka yang sakit. 

Pada waktu Fransiskus merasa bahwa ajalnya sudah dekat, dikirimkanlah kepada Yakoba sebuah pesan yang bunyinya seperti berikut: “Ketahuilah, saudariku terkasih dalam Kristus, bahwa Allah dalam kebaikan-Nya menyatakan kepadaku akhir hidupku. Sungguh sudah dekat saatnya. Jika anda berniat untuk menemui aku selagi masih hidup, maka segeralah datang, sehingga anda akan berada di gereja Santa Maria para Malakat pada hari Minggu berikut ini. Bawalah sertamu kain yang berwarna kelabu seperti abu untuk digunakan sebagai pembungkus tubuhku, juga lilin-lilin untuk penguburan jenazahku.” 

Akan tetapi, sebelum surat itu dikirim ke Roma, Yakoba dengan dua anak laki-lakinya yang diiringi rombongannya sudah sampai di Portiuncula. Yakoba dipimpin ke tempat pembaringan Fransiskus yang sedang menjelang wafat. Perempuan itu jatuh pada kaki-kaki Fransiskus seperti dalam suatu ekstase, sampai orang kudus itu memintanya untuk berdiri. Lalu dia bercerita mengenai kedatangannya: “Dalam doa malam sebelumnya, saya mendengar suatu suara yang mengatakan: ‘Apabila engkau ingin melihat Saudara Fransiskus selagi masih hidup, pergilah secepatnya ke gereja Santa Maria para Malaikat; bawalah segala apa yang kiranya diperlukan untuk menguburkannya dan juga makanan kecil yang engkau biasa berikan kepadanya ketika dia sakit di Roma.’ Oleh karena itu saya membawa segala sesuatu yang diperlukan.” 

Fransiskus berterima kasih penuh syukur kepada Allah dan mengambil makanan kecil yang dibawa oleh Yakoba. Selama empat hari terakhir hidup Fransiskus, Yakoba tetap berada di gereja Santa Maria para Malaikat agar dapat memberikan penghiburan serta kenyamanan,  juga bantuan kepada Fransiskus yang tidak lama lagi akan mati itu. Setelah kematiannya, jenazah Fransiskus dibungkus dengan kain yang dibawa oleh Yakoba dari Roma. Dia juga membantu para Saudara Dina dalam mengatur penguburan. Ia menghadiri upacara penguburan Fransiskus dengan banyak menangis. 

Setelah peristiwa itu, Yakoba pergi kembali ke kota Roma untuk membereskan apa yang telah ditinggalkannya. Kemudian Yakoba menolak dunia secara total dan lengkap, lalu dia kembali ke Assisi menghabiskan hari-hari kehidupannya yang tersisa untuk menjaga dan berdoa di kuburan bapak rohaninya. Pada tanggal 8 Februari 1239, dia pun meninggal dunia. Sebuah kematian yang penuh berkat. Jenazah Yakoba ditempatkan di gereja yang sama dengan Fransiskus. 

Itulah sedikit cerita perihal Hamba Allah Yakoba dari Settesoli, pengikut dan sahabat Santo Fransiskus dari Assisi, seorang anggota Ordo Ketiga (Sekular) Santo Fransiskus. 

Sumber utama: P. Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS, hal. 970-972. 

Cilandak, 30 Desember 2010  

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ST FELIX DARI CANTALICE

*Seri Mari Belajar Spiritualitas St Fransiskus Assisi melalui para Kudus Keluarga Fransiskan*

18 Mei 
St. Felix dari Cantalice 
1515-1587
Imam, Ordo Pertama
 

*RIWAYAT HIDUPNYA*
Pada 1515, di sebuah desa Italia bernama Cantalice, pada lembah Rieti yang indah, Felix dilahirkan dari sebuah keluarga petani yang miskin namun saleh. Sebagai anak muda dia menjaga ternak, dan kemudian dia pun menjadi seorang buruh tani. Karena begitu leluasa berada di tengah alam bebas ciptaan Tuhan, maka hatinya tertarik pada Tuhan, yang dia saksikan setiap hari melayani kita, manusia, dengan murah hati. 

Kerja beratnya itu tidaklah membuat dia menjadi kasar atau pun bersemangat duniawi, sebagaimana seringkali terjadi, tetapi dia tetap lembut dan ramah terhadap setiap orang. Bila dia pada malam hari, dalam keadaan kelelahan, tiba di rumah, dia masih menghabiskan banyak waktu untuk berdoa dalam kamarnya yang kecil itu. Sewaktu bekerja pun dia senantiasa melibatkan dirinya dalam doa. Yang sangat menyakitkan hatinya ialah, bahwa dia tidak dapat menghadiri Misa Kudus pada hari-hari biasa. Dia sungguh berniat, dengan senang hati mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani Tuhan, tetapi dia tidak melihat jalan keluar bagaimana hal itu bisa terwujud, sampai pada suatu hari suatu kecelakaan menunjukkan jalannya. 

Felix harus memasang sepasang sapi muda yang masih sangat liar pada bajak. Sapi-sapi itu pun meronta-ronta, dan ketika Felix berusaha menenangkan mereka, sapi-sapi itu menerjangnya dan sekaligus menyeret mata bajak yang tajam itu melindas tubuhnya. Petani-petani yang ada berlarian ke tempat itu, dan menyangka akan menjumpai orang ini pasti sudah mati. Tetapi Felix bangkit tanpa terluka, hanya jaketnya saja yang sobek. Dia pun langsung pergi ke majikannya dan memohon supaya diijinkan tidak bekerja lagi padanya. Sedikit barang yang dimilikinya, dia bagikan kepada orang-orang miskin dan dia pergi ke biara Kapusin yang terdekat, mohon supaya diperkenankan masuk. Setelah diselidiki baik-baik, permohonannya itu pun dikabulkan. 

Sekarang Felix merasa dirinya sebagai seorang yang baru saja dilahirkan kembali, seolah-olah surga sendiri telah terbuka baginya. Hal itu terjadi pada tahun 1543, dan Felix berumur 28 tahun. Tetapi dalam novisiat dia masih harus mengalami beban dan perjuangan-perjuangan kehidupan duniawi ini. Setan menyerangnya dengan segala macam godaan yang bengis. Dia juga diterjang penyakit yang berkepanjangan, yang kemudian dia nampaknya tidak layak menjalani hidup membiara. Tetapi kesabaran, ketekunan mengendalikan diri, doa dan keterbukaannya terhadap para atasannya membantu dia dalam memperoleh ijin untuk mengucapkan kaul-kaulnya yang memang dia lakukan dengan kebahagiaan besar. 

Segera sesudah itu, dia dikirim ke biara Kapusin di Roma. Di sana, berkat kesalehannya yang sejati dan sikapnya yang ramah tamah, dia diberi tugas untuk mengumpulkan derma. Dan tugas ini dia lakukan selama 42 tahun sampai hari kematiannya. Dengan kantong dermanya tergantung pada bahunya, dia berkeliling dengan begitu rendah hati dan mempertahankan penampilannya yang dapat membawa orang mawas diri. Bila dia menerima derma, dia pun dengan sepenuh hati mengucapkan “Deo Gratias” – terimakasih Tuhan – sampai-sampai orang-orang memanggilnya sebagai Bruder Deo Gratias. Segera setelah dia kembali ke biaranya dan menyerahkan hasil pengumpulan dermanya, dia langsung pergi ke gereja. Di sana dia pertama-tama berdoa bagi para penderma, kemudian dia menumpahkan devosi hatinya, khususnya di depan Sakramen Yang Mahakudus dan pada altar Bunda Maria. Di sana dia menghabiskan berjam-jam hari malamnya dan sekali terjadi bahwa Bunda Allah itu menempatkan Putera Ilahinya pada kedua lengan Felix yang berlimpahkan kegembiraan. 

Dia sangat cermat dalam menaati tugas kewajibannya dan kaul-kaulnya sampai hal-hal yang paling kecil. Dia tidak sampai menunggu perintah dari para atasannya; saran dari mereka yang paling halus pun sudah cukup baginya. Kendati selalu berhubungan dengan dunia, dia tetap menjaga diri dengan cermat dalam bidang kemurnian, baik dalam perkataan maupun dalam penampilannya, sehingga Paus Paulus V berkata bahwa dia adalah seorang kudus dalam tubuh dan jiwanya.

Kemiskinan merupakan keutamaan yang paling disayangi. Karena Bapa Fransiskus melarang para saudara dina menerima uang dalam bentuk apa pun juga, maka Felix bagaimana pun juga tidak bisa dibujuk untuk menerima uang. Betapa berkenannya pada Tuhan semangatnya itu, dibuktikan secara menakjubkan. Pada suatu waktu,ketika meninggalkan sebuah rumah, Felix mengalungkan kantong dermanya pada bahunya, tetapi dirasakan sedemikian berat sehingga kantong itu hampir-hampir menumbangkannya. Maka diselidikinyalah kantong itu dan didapatkan sekeping uang logam yang oleh seseorang diam-diam telah disisipkan ke dalamnya.Dilemparkannyalah keping mata uang itu dengan jijiknya, dan diangkatnya kembali kantong itu dengan mudah dan penuh kegembiraan.

Bagi Felix, Tuhan Yang Mahakuasa menganugerahkan rahmat yang luar biasa. Banyak orang sakit disembuhkan menjadi sehat kembali olehnya hanya dengan memberinya tanda salib. Seorang anak yang telah meninggal dikembalikannya kepada ibunya hidup-hidup. Dalam banyak hal yang rumit, dia mampu memberikan nasehat yang bermanfaat. Kendati dihormati oleh kalangan tinggi dan rendah, dia tetap memandang diri sebagai orang yang paling hina dan malang. Namun pada Tuhan, dia layak menerima banyak kemurahan hati.

Akhirnya, tibalah hari ketika Felix menikmati melimpahnya pahala hidupnya. Dia meninggal dengan roman muka kegembiraan, sambil memandang Bunda Allah sendiri, yang mengundangnya masuk ke dalam kebahagiaanSurga. Hal itu terjadi pada Hari Raya Pentekosta, 18 Mei 1587. Paus Urbanus VIII memberinya gelar beatus,dan Paus Clemens XI menerakannya dalam daftar para santo pada tahun 1709.

*PERIHAL PENGGUNAAN UANG* 
1. Demi kemiskinan yang tertinggi dan karena mengenal bahaya-bahaya bagi kesempurnaan Kristen yang biasanya berkaitan dengan uang, St. Fransiskus Asisi melarang saudara-saudara dinanya menerima uang,sebagaimana Kristus sendiri menghendaki para murid-Nya tidak membawa-bawa uang sepanjang perjalanan mereka (Mat 10:9). Dalam hidup St. Felix, kita melihat betapa berkenan pada Tuhan melaksanakan dengan setia peraturan St. Fransiskus bilamana dimungkinkan. Tetapi ada saat-saat, bilamana tak seorang Kristen pun boleh menerima uang. Hal itu misalnya bila seseorang menawarkan uang untuk berbuat sesuatu yang keliru atau tidak setia pada tugasnya. Sulaiman mengeluh perihal orang-orang Yahudi: “Semua hal menaati uang” (Pkh 10:19).Bukankah keluhan ini harus dikenakan pada orang-orang Kristen juga? Pada pihak yang menerima uang,karena alasan-alasan yang sesat itu, demikian juga pada pihak yang memberi uang semacam itu, berlakulah kutukan Petrus, Pangeran para Rasul: “Biarlah uangmu itu musnah bersama dengan kamu” (Kis 8:20). – Apakah engkau pun, siapa tahu, mempunyai alasan untuk takut akan kutukan itu?

2. Renungkanlah bahwa untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, uang merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat, dan dalam hidup bermasyarakat sekarang ini, orang tidak dapat berbuat sesuatu tanpa uang. Tetapi uang harus dipergunakan dengan cara yang benar. Karena itu uang tidak boleh diberikan kepada orang yang cenderung menyalah-gunakannya. Seperti anak-anak atau orang miskin yang pemalas. Lebih baik memberikan kepada orang seperti itu hal-hal yang memang dia perlukan daripada uang tunai. Kita sendiri pun tidak boleh membelanjakannya tanpa perlu atau menghamburkannya, karena Tuhan akan minta pertanggungan-jawab bagaimana kita membelanjakan uang kita. Uang haruslah dipergunakan untuk keperluan kita sendiri yang sungguh-sungguh dan tanggung-jawab kita sesuai dengan kedudukan kita dalam kehidupan. Bapa keluarga,misalnya, harus dengan gembira menyediakan uang yang diperlukan, sehingga isteri dan anak-anaknya tidak terdorong untuk berbohong atau mencuri. Uang juga harus dipergunakan, menurut caranya masing-masing,untuk meringankan kebutuhan-kebutuhan sesama, juga untuk mendukung maksud-tujuan yang baik dan memajukan kesejahteraan Gereja dan kemuliaan Tuhan. Beruntunglah dia yang mempergunakan uangnya dengan cara demikian. – Apakah engkau juga telah mempergunakan uang dengan baik?

3. Pertimbangkanlah bahwa tidaklah salah menyisihkan sejumlah uang untuk keperluan sewaktu-waktu. Sebuah peribahasa yang bijak berkata: “Tabunglah pada waktunya, dan engkau akan memiliki sesuatu bila dibutuhkan.”Tetapi hendaknya senantiasa waspada jangan sampai menabung justru malah memupuk kerakusan, sesuatu yang dengan mudah terjadi. Dalam hal itu, ekonomi tidak akan menyelamatkan kamu dari pengalaman yangmenyesakkan, sebaliknya malah bisa mempermudah timbulnya pengalaman semacam itu, karena orang yang mencintai uang, “bahkan akan mempertaruhkan jiwanya untuk dijual” (Pkh 10:10). Karena itu baiklah tidak usah terlalu menabung-nabung, tetapi mempercayakan diri pada Tuhan. Bila, seandainya, muncul suatu kebutuhan khusus untuk menolong sesamamu, maka dengan kepercayaan seorang anak, pergunakanlah tabunganmu itu baginya, dengan kelegaan hati yang sama seperti bila itu untuk kebutuhanmu sendiri, karena Yesus Kristus mengajarkan: “Cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri” (Mereka 12:31).

*DOA GEREJA* 
Tuhan Yesus, buatlah kami berjalan dalam kesucian dan kesederhanaan hati, karena berkat cinta-Mu padakedua keutamaan ini, Engkau telah turun dari haribaan Bunda-Mu ke pelukan Felix yang kudus, Pengaku Iman-Mu. Engkau yang hidup dan bertakhta sekarang dan selama-lamanya.
 
_Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press;Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM._

Sunday, May 27, 2012

ZIARAH DOA LEMBAH KARMEL.+ PENCURAHAN ROH KUDUS

ZIARAH DOA DI LEMBAH KARMEL
MISA PENCURAHAN ROH KUDUS DIMALAM PENTAKOSTA
26 MEI 2912


buka dan baca pelan2 pasti ada guna dan manfaat silahkan coba, untuk menambah uang jajan tiap bulan


 LOURDESNYA LEMBAH KARMEL
 DITEMPAT INILAH AKU DUDUK BERSIMPUH DALAM DOA HENING
 DALAM KEHENINGAN BERDOA ROSARIO


 SAAT TEDUH

 SAAT SYAHDU DALAM KETEDUHAN DOA


 MEJENG SEJENAK SEBELUM MISA, DIDEPAN GEREJA ST THRESIA AVILA


 MR FENDY VAN BOGOR
MEDITASI PRIBADI


















MISA PENCURAHAN ROH KUDUS
MP 4

                   
MISA PENCURAHAN ROH KUDUS 3GP

LAGU:
ADONAI ELSHADAI
GLOSA
SALAM DAMAI

-----------------------------------------------------@@@@@@@@-----------------------------------------------------

REKOLEKSI & PROSESI MARIA

"Maria dan Ekaristi"
REKOLEKSI & PROSESI MARIA

"Maria dan Ekaristi"

Bertempat di Rumah Retret Lembah Karmel

Tanggal 5-6 Mei 2012

“It is truly just to proclaim you blessed, O Mother of God, who are most blessed, all pure and Mother of our God. We magnify you who are more honorable than the Cherubim and incomparably more glorious than the Seraphim. You who, without losing your virginity, gave birth to the Word of God; you who are truly the Mother of God” (Eucharistic Prayer of St. John Chrysostom)

Bagi orang Kristiani, Devosi Maria dan Devosi Ekaristi adalah dua devosi yang saling berkaitan yang intinya  adalah bahwa Maria menuntun kita kepada Ekaristi. Mari kita memperdalam hal ini bersama dalam Rekoleksi Maria & Ekaristi!


Pendaftaran dan info lebih lanjut bisa menghubungi:

Lembah Karmel, Cikanyere - Cipanas
Telp: 0263-582062
HP: 0812 1800 194
waktu: Selasa - Sabtu pk 08.00 - 16.00

REKOLEKSI & PROSESI MARIA


MISA PENCURAHAN ROH KUDUS
LEMBAH KARMEL 26 MEI 2012
MALAM PENTAKOSTA
PK 17.OO, (UNTUK UMUM)